Rabu, 02 Maret 2011

Hukum Perdata


Pada dasarnya hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu hukum publik dan hukum privat (hukum perdata). Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai terjemahan dari burgerlijkrecht pada masa pendudukan Jepang. Sinonim hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht.
Para ahli memberikan batasan dalam definisi hukum perdata :

Van Dunne
(khususnya pada abad ke-19) : Suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum publik memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”.

Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.
(Pengantar Tata hukum Indonesia, Bagian I yang diterbitkan oleh PT Pembangunan, 1954) : Yang menjadi isi dari pada KUHS (Kitab Undang-Undang Hukum Sipil, menurut istilah beliau untuk istilah KUHPer) itu adalah terutama hukum perdata material, sedang yang dimaksudkan dengan hukum perdata materiil ini ialah kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur hak-hak dan kewajiban perdata. Lawannya ialah hukum perdata formal, yaitu kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur bagaimana caranya melaksanakan hak-hak dan kewajiban perdata tersebut.

H.F.A. Vollmar dan Sudikno Mertokusumo. Vollmar
Aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan-kepentingan kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas.
Kedua ahli tersebut memiliki persamaan pandangan yaitu Hukum antarperorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan masyarakat. Pelaksanaannya diserahkan masing-masing pihak.

Prof. R. Subekti, S.H.
(Pokok-Pokok Hukum Perdata, 1954) : dalam arti yang luas meliputi semua hukum “privat material”, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Perkataan “perdata” juga lazim dipakai sebagai lawan “pidana”. Ada juga orang memakai perkataan “hukum sipil” untuk hukum privat material itu, tetapi karena perkataan “sipil” itu juga lazim dipakai sebagai lawan “militer”, maka lebih baik memakai istilah “hukum perdata” untuk segenap peraturan hukum privat material. Selanjutnya menurut beliau, perkataan “Hukum Perdata”, adakalanya dipakai dalam arti yang sempit, sebagai lawan “hukum dagang” seperti dalam pasal 102 Undang_Undang Dasar Sementara, yang menitahkan pembukuan (kodifikasi) hukum di negara kita ini terhadap Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Hukum Pidana Sipil maupun Hukum Pidana Militer, Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana, yang susunan serta kekuasaannya.

Hukum perdata adalah Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau kendaraan .
Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:
  1. Hukum keluarga
  2. Hukum harta kekayaan
  3. Hukum benda
  4. Hukum Perikatan
  5. Hukum Waris

Contoh kasus Hukum Perdata :

Kasus Temasek

Keputusan KKPU atas kepemilikan silang (cross ownership). Keputusan yang menimbulkan kontroversi itu tampaknya akan berbuntut panjang dengan upaya Temasek memperkarakan keputusan KPPU tersebut pada semua forum hukum yang tersedia dengan alasan pertimbangan yang mendasari keputusan itu memiliki banyak kelemahan. Bila dicermati, berbagai kelemahan pertimbangan yang dikemukakan Temasek tampaknya tidak beralasan. Sebagai contoh, pernyataan Direktur Eksekutif Temasek Simon Peres yang menyatakan perusahaan itu tidak memiliki saham di Telkomsel dan Indosat. Sepintas pernyataan itu ada benarnya karena secara langsung Temasek tidak memiliki saham pada kedua operator seluler tersebut. Namun, lewat Singtel dan STT yang notabene merupakan anak-anak perusahaannya. Temasek mengantongi saham Telkomsel maupun Indosat masing masing sebesar 35 persen dan 41,9 persen. Dengan demikian, aneh rasanya bila Temasek beranggapan tidak memiliki saham di Telkomsel dan Indosat. Kepemilikan saham pada satu atau beberapa perusahaan yang bisnisnya sejenis atau tidak lewat anak-anak perusahaan merupakan hal yang lazim dan secara yuridis tidak terlarang dalam berbisnis, baik secara nasional maupun multinasional. Tapi yang dilarang adalah apabila kepemilikan saham pada suatu perusahaan, baik secara langsung maupun lewat anak perusahaannya, menimbulkan penguasaan pasar pada satu jenis barang atau jasa tertentu secara dominan sebagaimana diatur di Pasal 27 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

(diambil dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar